1) Keberagaman
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbesar di
dunia, terdiri da-ri sekitar 17.000 pulau, terbentang dari Barat ke Timur
sepanjang 5.110 km dari 950 BT-1410 BT, dan dari
utara keselatan sepanjang 1.888 km dari 60LU-110LS. Luas
wilayah Indonesia seluruhnya mencapai 5.193.252 km2, dengan luas daratan
1.904.443 km2, dan mempunyai garis pantai sepanjang 54.716 km, merupakan yang
terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Pulau daratan yang paling besar
adalah Pulau Kalimantan dengan luas tanah 539.460 km2 atau 28,32 %. Disusul
Pulau Sumatra dengan luas 473.606 km2 atau 24,86 %. Kemudian Pulau Sulawesi dengan luas
189.216 km2 atau 9,93 %, yang paling kecil diantara ke empat pulau terbesar itu
adalah pulau Jawa dan Pulau Madura dengan luas 132.187 km2 atau 6,95%.
Indonesia terletak diantara Benua Asia dan Benua
Australia, serta antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Posisi ini
membuat Indonesia penting bukan hanya dari sudut sosial ekonomi, tetapi juga politik
dan militer. Karena terletak di garis khatulistiwa, Indonesia juga dijuluki
Zamrud Khatulistiwa.
Jumlah
penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus tahun 2000 berjumlah 203,4 juta
orang, terdiri dari 101,6 juta laki-laki dan 101,8 juta perempuan. Dengan laju
pertumbuhan 1,35 % pertahun, penduduk Indonesia relatif telah dapat
dikendalikan pertumbuhannya, meskipun jumlah penduduk Indonesia masih merupakan
nomor empat tersebesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.
Penduduk
Indonesia tersebar di sekitar 6.850 pulau dari kurang lebih 17.000 pulau, mulai
Pulau We di ujung utara sampai Pulau Papua di timur. Tetapi persebaran
penduduknya tidak merata, hal ini terlihat dari 59 % jumlah penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa, padahal
luasnya hanya 6,94 % dari luas wilayah Indonesia . Hal ini berakibat pada kepadatan
penduduk yang sangat tinggi di beberapa propinsi seperti DKI Jakarta dengan
12,6 ribu jiwa per km2, sementara di Papua hanya 5 jiwa per km2.
Bangsa
Indonesia
terbagi atas ratusan suku bangsa, yang masingmasing memiliki adat dan tradisi
berbeda. Merekapun mempunyai bahasa daerah yang berlainan, dengan ratusan
dialek dan logat bahasa. Jika dikelompokkan, diperkirakan terdapat sekitar 200
sampai 250 bahasa daerah. Dari daftar sementara suku bangsa di Indonesia
yang dikumpulkan diperkirakan terdapat sekitar 360 kelompok suku bangsa.
Dilihat
dari ras, penduduk Indonesia
juga memiliki beberapa ras. Ras didasarkan kepada persamaan cirri-ciri fisik dari
kelompok manusia. Para antropolog banyak yang berbeda pendapat bahkan mengalami
kesulitan untuk membuat klasifikasi ras umat manusia, karena fakta menunjukkan banyaknya
variasi yang terjadi pada kelompok manusia. Ditambah banyak dari kelompok ras
yang sama, mengembangkan kebudayaan dan bahasa yang berbeda atau sebaliknya,
ras-ras yang berbeda mengembangkan kebudayaan dan bahasa yang sama. Misalnya
masyarakat Amerika terdiri dari berbagai macam ras di seluruh dunia, tetapi
mereka mengembangkan bahasa dan kebudayaan Amerika.
Di Indonesia yang termasuk ke dalam ras Mongoloid Melayu
antara lain orang Jawa, orang Minang, orang Menado, Orang Sunda dan lainnya. Namun
seperti kita ketahui bahwa kelompok-kelompok yang berasal dari satu ras itu
mengembangkan kebudayaan dan bahasa yang berbeda-beda. Demikian juga ras
Melanesosid dapat ditemukan di Papua, karena di Papua pun terdiri dari banyak
bahasa dan kebudayaan yang berbeda-beda.
Dari contoh diatas terlihat bahwa di Indonesia banyak
kebudayaan dan bahasa yang perkembangannya tidak harus terikat oleh faktor ras.
Oleh karena itu, pembahasan mengenai keanekaragaman budaya masyarakat Indonesia
tidak dihubungkan dengan ras. Kemudian alasan lain bahwa dalam perkembangan
bangsa Indonesia istilah ras sudah kurang digunakan lagi dan sebagai
gantinya digunakan istilah suku bangsa.
2) Suku Bangsa Indonesia
Menurut Koentjaraningrat (1990) konsep yang tercakup
dalam istilah suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh
kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas
tadi seringkali (tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga.
Dengan demikian kesatuan kebudayaan bukan suatu hal yangditentukan oleh orang
luar, misalnya oleh seorang ahli Antropologi, ahli kebudayaan atau lainnya,
melainkan oleh warga kebudayaan yang bersangkutan. Dengan demikian kebudayaan
Sunda merupakan suatu kesatuan, bukan karena ada peneliti-peneliti yang secara
etnografi telah menentukan bahwa kebudayaan Sunda itu suatu kebudayaan
tersendiri yang berbeda dari kebudayaan Jawa atau kebudayaan lainnya, tetapi karena
orang-orang Sunda sendiri sadar bahwa diantara mereka ada keseragaman mengenai
kebudayaan mereka, yaitu kebudayaan semua yang mempunyai kepribadiandan
identitas khusus sebagai orang Sunda.
Namun pengertian menganai suku bangsa di Indonesia
seperti tersebut di atas dalam kenyataannya sangat kompleks, ada yang menyempit
dan ada yang meluas. Misalnya penduduk Papua terdiri atas orang Sentani, orang
Marindanim, orang Serui, orang Kapauku dan sebagainya yang masing-masing
memiliki kebudayaan dan bahasa khas yang mereka gunakan dalam kelompoknya
masing-masing. Namun apabila mereka hidup di luar Papua akan mengaku sebagai
orang Papua.
Sampai sekarang ada beberapa pendapat mengenai jumlah
suku bangsa yang ada di Indonesia. Atas dasar patokan jumlah bahasa daerah, maka
Esser, Berg dan St. Takdir Alisyahbana memperkirakan adanya 200 sampai 250 suku
bangsa di Indonesia. Kemudian Jaspan yang pernah menyusun daftar suku-suku
bangsa di Indonesia berpndapat bahwa jumlah suku bangsa di Indonesiia ada 360.
Sedangkan menurut Koentjaraningrat jumlah suku–suku
bangsa di Indonesia adalah sebagai berikut:
]
Sumatra :
42 suku bangsa
]
Jawa dan Madura : 8
suku bangsa
]
Bali dan Lombok : 3
suku bangsa
]
Kalimantan : 25 suku bangsa
]
Sulawesi : 37 suku bangsa
]
Timor : 24 suku bangsa
]
Kep. Barat
Daya : 5 suku bangsa
]
Maluku : 9 suku bangsa
]
Ternate :
15 suku bangsa
]
Papua :
27 suku bangsa
195 suku bangsa
Lebih lanjut Koentjaraningrat mengemukakan bahwa sebagian
sukusuku bangsa di Indonesia sudah banyak dikelompokkan para ahli baik oleh orang
asing atau oleh orang Indonesia sendiri, namun tetap banyak mengalami kesu-litan
untuk dapat menggambarkan keanekaragaman kebudayaan Pemerintah Indonesia
sendiri untuk kepentingan administratif yang sifatnya praktis membagi suku
bangsa di Indonesia menjadi tiga golongan, yaitu:
Ø
suku bangsa
Ø
golongan keturunan asing
Ø
masyarakat terasing
Sebagaimana telah diketahui bahwa suku bangsa memiliki
daerah asal dalam wilayah Indonesia. Berbeda dengan golongan keturunan asing, golongan
ini berasal dari luar Indonesia seperti Cina, Arab, India, Eropa. Golongan
penduduk keturunan asing ini diharapkan dapat berasimilasi dengan penduduk
dimana mereka tinggal atau sepenuhnya menganut kebudayaan nasional Indonesia.
Kebudayaan nenek moyang hanya untuk dianut dalam kehidupan pribadi mereka saja,
karena mereka harus menggunakan kebudayaan nasional. Hal ini sangat rasional
karena mereka hidup dalam wilayah negara kesatuan republik Indonesia, menikmati
keamanan di Indonesia, menikmati kesejahteraan di Indonesia bahkan sampai
melahirkan keturunan beberapa generasi di Indonesia. Hal ini telah dibuktikan
oleh orang Arab-Indonesia yang telah menyatu mencapai asimilasi dan mereka
hanya dibedakan dari penduduk asli Indonesia melalui cirri-ciri fisiknya saja
yang memang secara kodrat sulit dihilangkan.
Masyarakat terasing merupakan golongan suku bangsa yang terisolasi
dan masih hidup dari berburu, meramu atau berladang padi dan umbi-umbian dengan
cara ladang berpindah-pindah. Mereka membuka hutan dengan cara membakar hutan.
Biasanya mereka terhambat dari perubahan dan kemajuan karena isolasi geografi
mereka. Namun kadang kadang juga karena upaya-upaya mereka sendiri yang
disengaja untuk menolak bentuk perubahan kebudayaan apapun, seperti halnya
orang Baduy di Banten.
Beberapa golongan masyarakat terasing yang masih tinggal
adalah:
- Orang laut yang bersifat pengembara
- Orang darat yang hidup tersebar di daratan–daratan rendah yang berawa di Sumatra Timur hingga kekaki Bukit Barisan di pedalaman.
- Penduduk kepulauan Mentawai, pulau-pulau di sebelah barat Sumatera Barat.
- Orang Baduy di Banten Selatan, Propinsi Banten
- Orang Donggo di bagian pedalaman pegunungan Sumbawa Timur
- Kelompok pengembara orang Punan (Penan) yang berpindah-pindah di sepanjang hulu sungai-sungai besar Kalimantan
- Orang Tajio di Sulawesi tengah
- Orang Amma Toa di Sulawesi Tenggara
- Orang Togutil di Halmahera Utara
- Penduduk lembah pegunungan Tengah Papua serta mereka yang hidup dihulu-hulu sungai besar.
3) Faktor Penyebab Keberagaman Budaya Suku Bangsa
Indonesia
Keberagaman budaya suku bangsa Indonesia merupakan suatu kenyataan
dan sekaligus kekayaan yang terdapat dalam lingkungan wilayah negara kesatuan
Republik Indonesia ini. Namun tentu saja kita bertanya mengapa masyarakat
Indonesia itu beraneka ragam keadaannya, kira-kira apa penye-babnya? Dari hasil
analisis yang dilakukan oleh beberapa faktor, yang diduga menyebabkan
keanekaragaman masyarakat Indonesia. Faktor itu antara lain keadaan geografi
wilayah Indonesia dan letak kepulauan Indonesia diantara dua benua dan dua
samudra.
Keadaan
geografis wilayah Indonesia
Wilayah
Indonesia terdiri dari lebih 17.000 pulau besar dan kecil yang satu sama lain
dipisahkan oleh laut atau selat yang bertebaran di suatu daerah ekuator
sepanjang kurang lebih 3000 mil dari Timur ke Barat dan lebih dari 1000 mil
dari utara ke Selatan, merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap
keanekaragaman suku bangsa di Indonesia. Oleh karena itu ketika nenek moyang
bangsa Indonesia
datang secara bergelombang dari daerah yang sekarang sebagai daerah Tiongkok selatan
kira-kira 2000 tahun SM, menye-babkan mereka harus menetap didaerah yang
terpisah-pisah satu sama lain. Isolasi geografis yang demikian mengakibatkan
mereka tumbuh menjadi satu kesatuan suku bangsa, Masing-masing berbeda satu
sama lain karena memang mereka hidup dalam keadaan lingkungan yang
berbeda-beda.
Letak Kepulauan Indonesia diantara dua benua dan dua samudera.
Letak kepulauan Indonesia diantara dua benua yaitu
Australia dan Asia serta diantara dua samudera, yaitu Hindia dan Pasifik. Ini
dapat mempengaruhi terciptanya keanekaragaman dan masuknya berbagai kebudayaan
dunia kedalam kebudayaan-kebudayaan suku bangsa yang sudah ada.
Pengaruh yang pertama kali datang adalah agama dan
kebudayaan Hindu dan Budha dari India, sejak 400 tahun SM. Agama Hindu dan
Budha ini tersebar ke berbagai wilayah Indonesia. Akibat penyebaran ini terjadi
peleburan atau difusi dengan kebudayaaan-kebudayaan suku bangsa yang sudah ada.
Pengaruh yang paling kuat bahkan sampai sekarang terutama di Pulau Jawa dan
Pulau Bali.
Sekitar abad ke 13, agama Islam mulai masuk kedalam
masyarakat Indonesia, namun baru sekitar abad ke 15 penyebaran agama Islam ini benar-benar
menyebar keseluruh pelosok wilayah Indonesia. Bila dibandingkan dengan agama
lain, agama Islam merupakan agama yang paling cepat penyebarannya dan paling
banyak diterima oleh masyarakat luas di Indonesia. Hal ini disebabkan
penyebarannya tidak dilakukan dengan paksaan. Setiap masyarakat Indonesia
diberi kebebasan untuk menetukan pilihannya sendiri apakah mau memeluk agama
Islam atau tidak.
Namun di beberapa daerah dimana sudah tertanam begitu
kuat agama Hindu seperti di Bali, Budha dan campuran dengan kebudayaan asli setempat
seperti di beberapa daerah Jawa tengah dan Jawa timur, pengaruh agama Islam
kurang mendapat tempat. Kemudian sekitar
permulaan abad ke 16 datanglah kebudayaan Barat melalui orang Portugis. Orang Portugis datang ke Indonesia
terutama di daerah kepulauan Maluku karena tertarik oleh rempah-rempah yang
sangat laku di Eropa saaat itu. Perdagangan mereka juga
ternyata disertai kegiatan misionaris agama Katolik. Setelah bangsa Belanda
berhasil mendesak orang Portugis kel;uar dari daerah tersebut kira-kira tahun
1600-an, maka pengaruh agama Katolik digantikan oleh pengaruh agama Protestan
yang dibawa oleh bangsa Belanda.
Semua pengaruh yang datang dari luar akan mengakibatkan terdapatnya
bermacam-macam agama di Indonesia yang dianut oleh para pemeluknya
masing-masing. Demikianlah secara sepintas kita mengetahui bahwa masyarakat
Indoensia memiliki bermacam-macam suku bangsa, ras, budaya, agama maupun yang
lainnya. Atau dengan kata lain bahwa masyarakat Indonesia itu beraneka ragam.
Keanekaragaman ini merupakan suatu kekayaan bangsa Indonesia yang tidak
ternilai harganya yang merupakan potensi untuk menjadi bangsa yang besar.
4) Implikasi dari Keberagaman Budaya Suku Bangsa Dalam Negara
Kesatua
Republik Indonesia
Keberagaman budaya suku bangsa yang terdapat di Indonesia
akan memberikan berbagai kemungkinan implikasi baik secara positif maupun secara
negatif, baik menguntungkan maupun merugikan. Kemungkinan implikasi itu dapat
berupa konflik, primordialisme, politik aliran, dan integrasi.
Primordialisme
Salah satu konsekuensi logis dari keanekaragaman
masyarakat Indonesia (suku bangsa, budaya, dan agama) adalah terdapatnya bermacam-macam
aspirasi yang muncul dan berkembang, serta terjadi interaksi sosial dalam
suasana yang berbeda-beda yang akan melahirkan berbagai pola ikatan yang
mengikat masyarakat ke dalam keleompok-kelompoknya.
Suatu kenyataan bahwa masyarakat dalam suatu kelompok
tertentu akan memiliki ikatan yang kuat terhadap kelompoknya. Misalnya orang Sunda
akan memiliki ikatan kuat terhadap daerah dan kebuadayaannya. Orang Islam akan
memiliki ikatan yang kuat terhadap ke-Islamannya, demikian juga dengan agama
atau suku bangsa lainnya akan memiliki ikatan-ikatan itu. Namun apabila rasa
ikatan itu berlebihan dan sempit misalnya memandang bahwa suku bangsanya paling
baik, paling dihargai, paling dihormati atau agama tertentu saja yang merasa
paling benar dan yang lain tidak atau menganggap rendah terhadap suku bangsa
yang lain, maka inilah yang dinamakan primordialisme.
Jadi sifat ikatan primordial ditandai dengan sentimen
kedaerahan, kesukuan, keagaman dan hal-hal lain yang bersifat inklusif Tentunya
primordialisme yang sempit dan berlebihan ini akan merupakan sikap yang menghambat
terhadap proses integrasi bangsa dalam mewujudkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang kita cintai ini. Rasa ikatan kesukuan, kedaerahan ini memang
harus dipelihara dalam rangka pengembangan kebudayaan dan suku bangsanya.
Tetapi bukan untuk merasa lebih kuat, mendominasi yang lain atau meniadakan
atau menolak yang lain. Oleh karena itu sifat kedaerahan dan kesukuan itu harus
dikembangkan sejalan dengan proses integrasi nasional dan melahirkan kebudayaan
nasional sebagai ciri khas bangsa Indonesia.
Dalam sejarah ketatanegaraan bangsa kita telah dibuktikan
bahwa keberagaman masyarakat Indonesia itu telah melahirkan berbagai politik aliran
yang bermacam-macam yang mencerminkan suku bangsa, kedaerahan, keagamaan dan
aliran-aliran kepentingan. Dalam Pemilu yang pertama tahun 1955 tercatat tidak
kurang dari 27 yang menamakan dirinya sebagai partai politik dan partai-partai
lainnya yang tidak mendapat wakil di DPR ikut ambil bagian sebagai peserta
pemilu. Kemudian pada pemilu tahun 1971 menciut jumlah menjadi 10 partai plitik
dan sejak tahun 1977 menjadi tiga partai politik. Namun pemilu tahun 1999 pada
masa awal-awal reformasi jumlah partai politik peserta pemilu jumlahnya diatas
40 parpol dan pemilu tahun 2004 jumlah parpol peserta pemilu juga cukup banyak.
Konflik dan Integrasi Bangsa.
Keberagaman suku dan budaya bangsa disatu pihak merupakan
kekayaan dan sekaligus kebanggaan yang tidak ternilai harganya. Karena negara
kita memiliki kekayaan budaya dan suku bangsa yang besar.
Bahkan negara kita termasuk negara di dunia yang memiliki
multi etnik yang bervariasi bersama dengan negara India. Dengan potensi
kekayaan sumber daya manusia yang besar ini, kita optimis bahawa negara kita
akan menjadi negara yang besar dan kaya raya sejajar dengan negara-negara besar
lainya di dunia.
Namun dipihak lain keberagaman masyarakat Indonesia itu
dapat menjadi potensi konflik besar yang dapat menghancurkan bangsa dan negara
Republik Indonesia. Sesuai dengan sifat dari masyarakat yang beragam, maka
didalamnya akan terjadi berbagai bentrokan kepentingan, karena banyak
aspirasi-aspirasi yang berbeda. Kita sebagai bangsa harus belajar, baik dari
sejarah bangsa kita sendiri maupun dari sejarah bangsa lain yang memiliki
cirri-ciri yang hampir sama dengan bangsa lain.
Menurut Koentjaraningrat, bahwa di dunia bangsa-bangsa
yang multi etnik lebih banyak jika dibandingkan dengan bangsa yang homogen etniknya.
Diantara sekitar 175 negara anggota PBB, hanya 12 negara saja yang penduduknya
kurang lebih homogen, diluar itu semua bangsanya terdiri dari multi etnik.
Ke-12 negara itu adalah Austria, Botswana, Denmark, Jerman, Islandia, Jepang
(tanpa suku bangsa Ainu), negara Belanda (tanpa Friezen dan imigran baru yang
menjadi warga negara seperti orang Suriname), Maroko, Norwegia (tanpa orang
Lapss), Portugal (tanpa imigran dari Angola dan Mozambique), Somali, dan
Swaziland.
Kita amati sebagian besar bangsa-bangsa yang multi etnik
itu banyak mengalami konflik yang tidak habis-habisnya. Misalnya di Yugoslavia,
India, Belgia, dan sebagainya. Sekedar untuk membandingkan dengan negara kita,
marilah kita sekarang melihat sejenak negara Yugoslavia yang akhir-akhir ini
tengah dilanda perang antar etnik, sekalipun dalam perkembangan terakhir perang
itu sudah dapat didamaikan melalui peran serta Amerika Serikat. Di Yugoslavia
terdapat tujuh suku bangsa besar, yaitu orang Slovenia, Kroasia dan Serbia
Utara yang banyak mendapat pengaruh dari peradaban Eropa Tengah dan Eropa Barat
dengan agama Katolik Roma dan Kristen ortodoknya. Kemudian orang Serbia selatan
yang mendapat pengaruh dari suatu kebudayaan Asia yaitu peradaban Turki dengan
agama Islamnya. Orang Serbia Selatan ini sekarang berubah menjadi suku bangsa Bosnia,
Herzegovina, Montenegro, dan Makedonia. Adapun penduduk Kosovo di bagian
selatan Yugoslavia adalah orang Albania yang juga beragama Islam. Selain itu di
Yugoslavia terdapat 11 suku bangsa minoritas yang disebut narodnosti. Suku
bangsa minoritas ini adalah orang Magyar (Hongaria), Turki, Bulgaria, Rumania,
Ceko, dan Italia yang tinggal di sepanjang perbatasan Yugoslavia.
Hubungan antara suku bangsa itu memang berawal dari
kondisi yang tidak baik. Suku-suku bangsa yang beragama Katolik dan Kristen
yaitu Slovenia, Kroasia, dan Serbia Utara yang dulunya dijajah kerajaan
Austria-Hongaria sering terjadi konflik dengan suku bangsa Serbia Selatan dan yang
beragama Islam yaitu Bosnia, Herzegovina, Montenegro, dan Makedonia yang
dulunya dijajah oleh kerajaan Turki dengan berorientasi ke kebudayaan Asia.
Oleh karena itu saling bunuh diantara suku-suku bangsa yang berbeda agama itu
sudah menjadi suatu kebiasaan. Kondisi awal ini memang tidak menguntungkan bagi
terintegrasinya suku-suku bangsa di Yugoslavia. Sekalipun Yugoslavia pernah
berdiri menjadi negara nasional di bawah kekuatan dan kewibawaan Tito seorang
pemimpin yang berpengaruh. Namun setelah Tito meninggal dunia konflik-konflik
antar suku bangsa itu muncul lagi. Dan akhirnya pada tahun 1991-1995 pecah menjadi
perang saudara antar etnik.
Apa yang terjadi di Yugoslavia tentu berbeda dengan di
Indonesia. Namun sebagai pelajaran yang diambil dari sejarah bangsa lain, hal
itu amat penting untuk dipahami. Apalagi keberagaman masyarakat Yugoslavia
mirip dengan keberagaman masyarakat Indonesia. Sekarang marilah kita melihat
sejarah bangsa Indonesia yang juga penuh dengan konflik-konflik yang secara
beruntung dapat kita selesaikan dan diintegrasikan kedalam wilayah negara
kesatuan Republik Indonesia.
Konflik-konflik yang pernah terjadi dalam sejarah bangsa Indonesia
Sejak lahirnya kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945 telah terjadi tidak
kurang dari delapan perang suku dan pertentangan antara suku bangsa telah
terjadi, yaitu :
? Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)
? Peristiwa kapten Andi Abdul Azis bekas kapten KNIL di
Sulawesi Selatan
? Pemberontakan Darul Islam di Jawa Barat
? Pemberontakan Darul Islam di Sulawesi Selatan
? Pemberontakan Darul Islam di Kalimantan Selatan
? Pemberontakan Darul Islam di Aceh
? Pemberontakan PRRI Sumatra Barat
? Pemberontakan Permesta Sulawesi Selatan
Sejak Indonesia merdeka tahun 1945 -1967 telah terjadi
konflik yang bersifat ideologi maupun konflik politik yang dibagi kedalam
bentuk demonstrasi, kerusuhan, serangan bersenjata, dan korban kematian akibat kekerasan
politik.
Sejak tahun 1948 – 1967 telah terjadi 45 kali
demonstrasi, ini berarti rata-rata 2,5 kali demonstrasi terjadi di Indonesia
pada setiap tahunnya.Tahun 1966 sebagai tahun yang penuh dengan peristiwa demonstrasi,
yaitu 18 kali, kemudian tahun 1967 (15 kali), tahun 1965 (3 kali), tahun 1958
(3 kali), dan tahun 1952, 1954, 1957, 1962 serta tahun 1964 masing-masing 1
kali terjadi demonstrasi di Indonesia. Namun pada 2 (dua) dekade terakhir ini
demonstrasi dan segala bentuk unjuk rasa sudah tidak terhitung lagi jumlahnya
akibat sadarnya masyarakat untuk berkebebasan mengeluarkan pendapat yang
dilindungi undang-undang
Demikian juga kerusuhan dalam periode yang sama terjadi
sebanyak 82 kali kerusuhan, berarti rata-rata 4 kali terjadi kerusuhan dalam
setiap tahunnya.
Kemudian serangan bersenjata (armed attack), yaitu suatu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh
atau untuk kepentingan suatu kelompok tertentu dengan maksud melemahkan atau
bahkan menghancurkan kekuatan dari kelompok lain, dalam kurun waktu yang sama
(1948 – 1967) telah terjadi sebanyak 7900 kali, yang berarti sebanyak 395 kali
pada setiap tahunnya.
Akibat dari demonstrasi, kerusuhan, dan serangan
bersenjata itu telah menghilangkan banyak nyawa, musnahnya harta benda, dan rusaknya
sendi-sendi kehidupan berbangsa dan beragama. Dengan semua yang terjadi itu
tidak ada satu kelompok atau golonganpun yang untung, bahkan yang jelas
semuanya telah mengalami kerugian termasuk seluruh rakyat Indonesia.
Potensi konflik yang harus mendapat perhatian adalah
hubungan antara mayoritas dengan minoritas, terutama antara mayoritas pribumi dengan
warga negara Indonesia keturunan Cina. Sejarah telah membuktikan bahwa banyak
peristiwa-peristiwa yang terjadi bermula dari dua kelompok ini. Bentuk konflik
terbuka antara dua kelompok ini terjadi baik sebelum Indonesia merdeka maupun
setelah Indonesia merdeka seperti tahun 1911 terjadi bentrokan antara para
pedagang Cina dengan golongan pribumi, kemudian menyusul berdirinya Serikat
Dagang Islam (SDI) pada masa revolusi, peristiwa 10 Mei 1963 di Jawa Barat yang
kemudian menjalar ke Jawa Timur dan Yogyakarta, peristiwa 5 Agustus 1973 di
Bandung, peristiwa Aceh, peristiwa Nopember 1980 di solo, Semarang dan
sekitarnya, peristiwa 1984 di tanjung priok, peristiwa 16 September 1986 di
Surabaya, peristiwa tahun 1989 di Pekalongan, dan terakhir tahun 1984 di Medan
dimana buruh pabrik melakukan aksi demonstrasi brutal yang menyebabkan salah
seorang manajer keturunan Cina terbunuh dalam peristiwa itu.
Integrasi
Nasional Indonesia
Sekalipun pada masa awal-awal pembentukan negara kesatuan
Republik Indonesia banyak terjadi konflik, namun harus diakui bahwa bangsa
Indonesia mampu mengatasinya dan sejak lahirnya Orde Baru tahun 1968 sampai
sekarang tercipta suatu ketenangan politik yang amat panjang. Sehingga
menempatkan negara Republik Indonesia termasuk negara multi etnik yang paling
aman di dunia.
Sejak lahirnya Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto,
bangsa Indonesia sedikit demi sedikit dibangkitkan kesadarannya untuk bersatu
menjadi satu bangsa yaitu bangsa Indonesia.
Apabila kita melihat dari potensi integrasi nasional
(bukan seperti pada uraian tedahulu melihat dari potensi konflik), maka
terdapat sejumlah potensi yang memungkinkan terciptanya integrasi nasional,
yaitu:
? Terdapat dua kerajaan yang mampu mempersatukan
negara-negara kecil
yang sebelumnya saling bersaing yang terdapat dalam
wilayah negara Republik Indonesia, yaitu Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 dan 8
M yang pusatnya berada di Sumatra Selatan, serta Kerajaan Majapahit pada abad ke-14
M yang pusatnya berada di Jawa Timur.
? Terdapat perasaan senasib sependeritaan di kalangan
seluruh bangsa Indo-
nesia atas
penjajahan selama tiga setengah abad.
? Lahirnya kesepakatan di antara para pemuda Indonesia
pada tahun 1928
yang menolak adanya penonjolan kesukubangsaan, yang kemudian
dikenal dengan nama Sumpah pemuda yang melahirkan tekad untuk berbangsa satu
bangsa Indonesia, bertanah air satu tanah air Indonesia, dan berbahasa sati
bahasa Indonesia.
? Dimulainya oleh para pendiri negara Republik Indonesia
dengan menyepa-
kati Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
yang merdeka tahun 1945, yang kemudian lebih dikembangkan lagi menjadi pandangan
hidup bangsa Indonesia, sebagai asas tunggal dalam kehidupan organisasi sosial
dan organisasi politik.
? Terciptanya budaya konsensus nasional di lembaga
tertinggi negara dalam
memecahkan masalah-masalah nasional yang didasari oleh
musyawarah mufakat.
Cross Cutting Affiliations dan Cross Cuting Loyalities
Dalam
keberagamanan masyarakat Indonesia
terdapat hal yang meng-untungkan yang sekaligus dapat mendukung terhindarnya
konflik diantara suku-suku bangsa. Hal yag menguntungkan itu adalah terjadinya apa
yang dinamakan dengan cross cutting
affiliations, yaitu suatu kondisi dimana terjadinya saling silang diantara
anggota masyarakat dalam kelompok sosial. Jadi dengan adanya perbedaan suku
bangsa tidak berarti otomatis agama atau status sosialnya juga berbeda. Banyak
kita jumpai orang yang memeluk agama Islam itu adalah orang dari suku Sunda,
suku Jawa, suku Batak, Manado
dan sebagainya. Meskipun mereka berasal dari
berbagai suku bangsa yang berbeda tetapi dapat berkumpul bersama dan diikat
bersama dalam suatu ikatan organisasi tertentu, instansi atau departemen
tertentu.
Adanya
persilangan dan tumpang tindih keanggotaan masyarakat itu melahirkan apa yang
disebut dengan cross cutting loyalities,
yaitu adanya persatuan saling memiliki dan rasa tanggung jawab yang mengikat terhadap
tempat atau wadah keanggotannya. Misalnya mereka dari suku Batak, Jawa,
Sulawesi atau Sunda, maka apabila beragama Islam mereka akan merasa memiliki
Islam, akan merasa bersaudara dengan orang Islam lainnya walaupun berasal dari
suku bangsa yang berbeda. Namun mereka tetap masih memiliki loyalitas pada suku
bangsanya. Jadi, akan terdapat loyalitas ganda atau bahkan lebih. Misalnya ia
berasal dari suku batak beragama Islam, kemudian bekerja sebagai ABRI juga
sekaligus sebagai anggota MPR serta anggota organisasi lainnya.
Dengan
adanya cross cutting affiliations yang melahirkan cross cutting loyalitas ini
akan meredakan konflik bahkan dapat digunakan sebagai penyeimbang untuk tidak
terjadinya konflik yang tajam diantara suku-suku bangsa . Misalnya apabila
terjadi konflik antar suku bangsa akan dapat diredam oleh keanggotaan yang
saling silang itu. Hal inilah yang menyebabkan keberagaman masyarakat Indonesia
menjadi suatu mayarakat yang tetap stabil.
Dalam
berbagai kenyataan suatu masyarakat yang beragaman budayanya hancur berantakan
oleh masyarakat itu sendiri, yaitu dengan tetap memelihara konflik-konflik yang
terjadi. Demikian juga sebaliknya suatu masyarakat yang beragam akan tetap
stabil oleh masyarakat itu sendiri, yaitu dengan menghilangkan jauh-jauh
potensi-potensi yang dapat membuat disintegrasi masyarakat itu. Denagn
kata lain memperkecil perbedaan-perbedaan yang ada dan memperbesar
persamaan-persamaan yang ada. Bukan sebaliknya memperbesar atau menonjolkan
perbedaan perbedaan dan melupakan persamaan-persamaan yang ada.
Stereotip Etnis (Suku
Bangsa)
Menurut Lippmann stereotip itu adalah gambar di kepala
yang merupakan rekonstruksi dari keadaan lingkungan yang sebenarnya dan merupakan
salah satu mekanisme penyederhanaan untuk mengendalikan lingkungan, karena
keadaan lingkungan yang sebenarnya terlalu luas, terlalu beragam dan bergerak terlalu
cepat untuk dapat dikendalikan dengan segera. Gambaran kita tentang keadaan
lingkungan itulah yang menentukan apa yang kita lakukan. Dengan demikian,
tindakan-tindakan seseorang tidaklah didasarkan pada pengenalan langsung
terhadap keadaan lingkungan sebenarnya, namun berdasarkan gambaran yang dibuatnya
sendiri atau yang diberikan kepadanya oleh orang lain.
Menurut Warnaen (2002) secara sederhana stereotip etnis didefinisikan
sebagai kepercayaan yang dianut bersama oleh sebagian besar warga suatu golongan
etnis tentang sifat-sifat khas dari berbagai golongan etnis, termasuk golongan
etnis mereka sendiri. Stereotif merupakan pandangan-pandangan subyektif dari
suatu etnis atau suku bangsa tertentu terhadap etnis atau suku bangsa lainnya
atau tentang etnisnya sendiri. Stereotip lebih merupakansuatu penilaian dari
suatu suku bangsa terhadap suku bangsa lainnya baik berdasarkan pengetahuan pengetahuan
terdahulu (penilaian dari generasi sebelumnya) maupun berdasarkan
pengalaman-pengalamannya sendiri atau orang lain.
Penilaian atau pandangan-pandangan dari suatu suku bangsa
terhadap suku bangsa lainnya bisa bersifat positif atau negatif atau
kedua-duanya. Misalnya orang Sunda menganggap kepada orang Batak itu sebagai
orang yang kasar, pemarah, gampang berkelahi, terbuka, pemberani, berani
mengatakan ya atau tidak. Sementara orang Batak menganggap orang Sunda itu
sebagai orang yang halus, ramah, bersahabat, mudah tersinggung, tertutup,
pandai berpura-pura, kurang pemberani. Pandangan-pandangan ini tentu saja akan
mempe-ngaruhi terhadap sikap dan prilakunya dari setiap etnis tersebut
hubungannya dengan etnis lainnya. Berdasarkan kepada penilain penilaian itu
orang Sunda akan menetukan sikap dan prilakunya dalam hubungannya dengan orang
Batak. Misalnya mau terbuka untuk bergaul dengan orang Batak atau bahkan
menerima sebagai jodoh pasangannya dalam perkawinan atau sebaliknya.
Pandangan dan penilaian diantara etnis atau suku bangsa
itu tentu saja akan sangat banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor dan sampai sekarang
penelitian tentang hubungan antar etnis yang berbeda-beda terutama di Indonesia
masih sedikit. Sehingga cukup kesulitan apabila kita ingin mengetahui sejauh
mana kontak antar etnik dalam masyarakat Indonesia terjadi. Sebab kita
menyaksikan kontak antar etnik itu bervariasi, misalnya di suatu lingkungan
atau tempat tertentu walaupun didalamnya terjadi hubungan atau interaksi dengan
etnis atau suku bangsa yang berbeda-beda, namun tercipta suatu hubungan
kerjasama yang harmonis, tidak terjadi pertentangan atau konflik. Namun
ditempat lain justru terjadi sebaliknya, misalnya terjadi konflik yang sangat
hebat bahkan saling membunuh antara orang Madura dengan orang Dayak di
Kalimantan Barat.
Masalah tersebut diatas, yaitu bagaimana menciptakan
hubungan yang harmonis dan saling kerjasama diantara suku-suku bangsa yang berbeda-beda
di Indonesia merupakan masalah yang cukup berat dihadapi bangsa Indonesia yang
multi etnis ini. Berbagai upaya harus dilakukan oleh semua pihak baik oleh
pemerintah maupun oleh masyarakat Indonesia sendiri. Pemerintah Indonesia harus
membuat program-program pembangunan yang dapat mewujudkan hubungan kerjasama
diantara suku bangsa yang berbeda-beda, demikian juga masyarakat Indonesia
harus mengembangkan sikap-sikap dan prilaku yang dapat menciptakan hubungan
kerjasama yang salingmenguntungkan.
Di Negara-negara lain yang kondisinya sama dengan
Indonesia yang multi etnis, masalah ketegangan antar etnis ini menjadi masalah
yang pelik. Berbagai upaya terus dilakukan. Bagaimana mencairkan keteganganketegangan
diantara golongan-golongan etnis yang berbeda itu dengan memperluas kesempatan
terjadinya kontak antar golongan etnis sejak dari usia dini sampai dengan orang
dewasa dengan melalui berbagai kegiatan, birokrasi, bisnis, pendidikan, olah
raga dan sebagainya Kontak antar golongan etnis ini dengan berbagai sisi
kelemahannya ternyata sedikit banyak dapat menghasilkan hubungan yang lebih
baik diantara golongan etnis yang berbeda-beda itu. Hal ini seperti di
gambarkan oleh Yehuda Amir(dalam Warnaen, 2002) melakukan studi kepustakaan
untuk memberikan sumbangan evaluasi tentang sejauhmana kontak antara golongan
etnis bisa menghasilkan sikap dan hubungan yang lebih baik diantara mereka,
yaitu sebagai berikut:
ü
Dalam literature, semakin banyak bukti yang menyokong
pendapat bahwa kontak antar warga dari berbagai golongan etnis mengahsilkan perubahan
sikap di antara golongan-golongan etnis itu.
ü
Arah perubahan itu sangat bergantung pada kondisi dimana
kontak itu terjadi; kondisi yang menyenangkan cenderung mengurangi prasangka, sedangkan
kondisi yang tidak menyenangkan bisa meningkatkan prasangka dan ketegangan
antar golongan etnis.
ü
Bila terjadi perubahanbelum tentu perubahan itu terjadi
pada arah sikap. Perubahan bisa terjadi pada intensitas ataupun pada dimensi
lain yang belum dikenal dari sikap.
ü
Pada banyak kasus dimana terjadi perubahan sikap sebagai
hasil situasi kontak, perubahan hanya terbatas pada area atau aspek tertentu
dari sikap, misalnya, pada situasi kerja, tetapi tidak digeneralisasi pada aspek-aspek lainnya.
ü
Walaupun pada kebanyakan penelitian tentang efek kontak
terhadap reduksi prasangka dilaporkan penemuan-penemuan yang menyokong, hasil
itu agaknya lebih diakibatkan oleh pemilihan situasi eksperimental yang
menguntungkan untuk mengahsilkan efek positif. Sangat diragukan bahwa dalam
kenyataan hidup sehari-hari, kontak antar golongan pada umumnya terjadi dalam
kondisi yang menguntungkan.
Oleh karena itu, sangat diragukan bahwa pada kasus-kasus
kontak betul-betul terjadi reduksi prasangka. Beberapa diantara kondisi yang
menguntungkan untuk menghasilkan reduksi prasangka adalah (a) apabila kontak
terjadi antara warga dari berbagai golongan etnis yang menduduki status sama;
(b) bila kontak terjadi antara warga dari golongan mayoritas dan warga dari
golongan minoritas yang statusnya lebih tinggi, (c) bila pihak otoritas
dan/atau iklim sosial menguntungkan dan mendorong terjadinya kontak antar golongan;
(d) bial kontak yang terjadi lebih akrab; (e) bila kontak antar golongan etnis
yang terjadi dirasakan menyenangkan atau menguntungkan; (f) bila para anggota
dari dua golongan yang berada dalam situasi kontak tertentu berinteraksi dalam
kegiatan-kegiatan penting yang fungsional atau mengembangkan tujuan bersama
atau tujuan superordinat yang lebih penting dari pada tujuan pribadi ataupun masing-masing
golongan.
Beberapa konsidi yang tidak menguntungkan yang cenderung memperkuat
prasangka adalah (a) bila situasi kontak menciptakan persaingan diantara
berbagai golongan; (b) bila kontak yang terjadi tidak menyenangkan, dipaksakan
dan tegang; (c) bila situasi kontak menghasilkan rasa harga diri atau status
dari salah satu golongan direndahkan; (d) bila warga dari suatu golongan atau
golongan sebagai keseluruhan sedang mengalami frustasi (misalnya baru saja mengalami
kegagalan atau musibah, depresi ekonomi, dsb.), kontak dengan golongan lain
bisa membentuk pengkambinghitaman etnis; (e) bila kontak terjadi antara
berbagai golongan etnis yang mempunyai moral atau norma-norma yang bertentangan
satu sama lain; (f) bila dalam kontak antar golongan mayoritas dan golongan
minoritas, para warga dari golongan minoritas statusnya lebih rendah atau
berbagai karakteristiknya lebih rendah dari golongan mayoritas .
Pada masyarakat Indonesia hubungan antar suku bangsa itu
sering di pengaruhi oleh pandangan-pandangan dan penilaian-penilaian diantara mereka
yang selama ini sudah terbentuk. Walaupun pandangan-pandangan dan
penilaian-penilaian itu sifatnya relative dan berubah-ubah, namun ada kecenderungan
menjadi pegangan awal bagi suku bangsa tertentu apabila pertama kali melakukan
kontak hubungan kerjasama dengan suku bangsa yang berbeda. Misalnya hasil
penelitian Warnaen (2002) terhadap beberapa suku bangsa tentang
pandangan-pandangan dan penilaian penilaian diantara suku bangsa itu seperti
terlihat berikut ini.
Kesan Orang Sunda Menurut Suku Bangsa Lain
- Sopan
- Jujur
- Senang menerima tamu
- Ikatan keluarga kuat
- Tradisional
- Humoris
- Suka meniru
- Ramah
- Nasionalis
- Malas
Kesan Orang Jawa Menurut Suku Bangsa Lain
- Sopan
- Bisa dipercaya
- Jujur
- Senang menerima tamu
- Baik hati
- Ikatan keluarga kuat
- Tradisional
- Suka meniru
- Ramah
- Nasionalis
Kesan Orang Minangkabau Menurut Suku Bangsa Lain
- Sopan
- Jujur
- Senang menerima tamu
- Ikatan keluarga kuat
- Tradisional
- Suka meniru
- Ramah
- Nasionalis
- Percaya takhayul
- Malas
Sikap-sikap yang Harus dikembangkan dalam hubungan antar Suku
Bangsa yang Beragam Budaya
Bangsa Indonesia itu merupakan bangsa yang beragam (multi etnis) baik dilihat dari suku
bangsa, budaya, agama, bahasa dan lainnya. Kondisi kebe-ragaman ini merupakan
kenyataan dan kekayaan yang tidak ada bandingannya, sehingga harus dilihat
sebagai sebuah potensi yang sangat luar biasa. Dilihat dari potensi yang ada
baik sumber daya alamnya (SDA) maupun sumber daya manusianya (SDM), negara
Indonesia sangat mungkin untuk bisa menjadi negara adi daya di dunia. Karena
untuk menjadi negara besar, maka luas wilayah dan jumlah penduduknyapun harus
besar dan syarat ini sudah dipenuhi oleh negara Indonesia. Untuk bisa menjadi
negara besar langkah pertama yang harus dilakukan adalah bagaimana rakyat
Indonesia yang beraneka ragam itu memiliki kesamaan pandangan dan memiliki satu
nasionalisme yaitu Indonesia.
Sebagai bangsa Indonesia kita harus mengedepankan
persamaan persamaan yang ada, bukan mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada.
Kita harus menggali persamaan-persamaan yang ada pada setiap suku bangsa. Sebab
kenyataannya bangsa Indonesia yang beranekaragam itu lebih banyak
persamaan-persamaannya dari pada perbedaanperbedaannya.
Simbol-simbol budaya atau agama mungkin bisa berbedabeda,
tetapi esensi maknanya tetap sama. Apabila sikap-sikap ini yang dikembangkan,
maka kita akan bersatu menjadikan negara Indonesia sebagai negara yang besar di
dunia. Tetapi apabila yang dikedepankan perbedaan-perbedaannya, maka kita akan
mengalami konflik dan perpecahan serta kehancuran. Apabila ini terjadi, maka
negara kita akan menjadi negara yang terpecah-pecah menjadi negara yang kecil.
Sebagai bangsa yang beranekaragam, kita harus mau
menerima perbedaan-perbedaan itu. Semua sikap dan prilaku kita tidak boleh diskriminatif,
yaitu suatu sikap yang membeda-bedakan karena adanya perbedaan suku bangsa.
Semua suku bangsa yang ada harus dipandang sama sebagai bangsa Indonesia,
sebagai warga negara Indonesia yang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Sikap
membeda-bedakan akan menyebabkan kita menjadi sulit dan serba terbatas,
sehingga kita menjadi sempit dan picik. Dalam hal ini harusnya kita mencontoh
rakyat Amerika. Rakyat Amerika berasal dari berbagai ras dan suku bangsa
seluruh dunia. Namun mereka jiwa dan raganya berkata bahwa saya adalah bangsa Amerika,
Amerika adalah negara kami yang harus kami bela dan junjung tinggi. Memang
pemerintah Amerika telah sukses dengan program Amerikanisasi, yaitu suatu
program bagaimana mengamerikakan bangsa Amerika.
Sikap toleransi juga harus dikembangkan dalam masyarakat
kita yang multi agama. Kita harus merasa bangga bahwa bangsa Indonesia adalah suatu
bangsa dimana bertemunya agama-agama besar dunia. Semua agama besar dunia
seperti Islam, Kristen, Hindu, Budha dapat tumbuh berkembang dengan subur di
bumi Indonesia. Jarang ada suatu bangsa dimana agama-agama besar dunia itu
hidup tumbuh subur berdampingan secara damai. Sikap toleransi ini tidak lain
intinya adalah pengakuan terhadap agama dan kepercayaan yang dianut oleh orang
lain, berdasarkan kepada pengakuan ini, maka membiarkan orang lain untuk
beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu. Sikap toleransi ini
muncul karena didasari oleh adanya jiwa kebangsaan yang tinggi yang lebih mengedepankan
persatuan bersama, ketimbang mengelompokkan diri
berdasarkan kelompokknya masing-masing.
Sikap menghargai dan tidak memandang suku bangsa lain
lebih rendah dari suku bangsanya, juga merupakan sikap yang dibutuhkan dalam masyarakat
Indonesia yang beraneka raga ini. Dengan memandang semua suku bangsa memiliki
harkat dan derajat yang sama, maka pergaulan yang diciptakan adalah pergaulan
yang sederajat. Pergaulan yang lebih mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan
bersama. Tidak memiliki pandangan, penilaian dan sikap negatif terhadap suku bangsa
lain. Janganlah sekali-kali memandang negatif terhadap suku bangsa lain.
Mungkin pandangan-pandangan negatif itu telah ada pada diri kita yang berasal
dari pandangan orang tua kita, atau orang lain yang
menganggap negative terhadap suatu suku bangsa.
Pandangan ini lebih bersifat subyektif dari pada objektif . Jadi kita harus
menghilangkan stereotip negatif dan kita harus mengembangkan
pandangan-pandangan yang positif terhadap suku bangsa yang lain. Sebab kita
juga dengan memiliki sikap tepo seliro,
akan merasa sakit hati apabila dipandang rendah oleh suku bangsa lain.
soft copy ISBD yang lainnya untuk semester 2 bisa minta ke intan wings :D
3 komentar:
kenapa efek positif-negatif nya sikap / perilaku antar suku bangsa di indonesia nggak ada ?
Kenapa positif sama negatif nya kagak ade...
apa sih keberagaman dunia itu ?
Posting Komentar